"Ridley Scott punya cara sendiri memandu kisah mencari kesejatian itu. Tidak perlu bogalakon menjadi sadar, tapi film Napoleon membagi kesadaran itu dengan rekam jejak sang bogalakon. Karena film bukanlah pengadilan tapi sebuah hiburan yang memberi pencerahan".
Film Napoleon garapan sutradara Ridley Scott sedang diputar dibioskop. Di Prancisnya sendiri sudah mengangkangi box office, walau dengan banyak cibiran. Katanya ada cacat sejarah.
Napoleon Bukan Malaikat
Tapi siapa yang bisa menuliskan dengan tepat biografi seorang legenda besar daratan eropa sekelas Napoleon Bonaparte? Sang perubah sejarah ini niscaya akan membuat kelimpungan para penulis biografi. Kekuasaan napoleon sebagai kaisar Prancis dari tahun 1804 sampai tahun 1814 akan memunculkan pertanyaan, sudah bagus kah sistem arsip waktu itu? Wabil khusus bisa secara utuh menuliskan bagaimana profil Napoleon sebenarnya.
Dari banyaknya buku yang ditulis tentang Napoleon saja kita bisa paham, menuliskan kisah seorang tokoh besar bisa berbagai versi. Apalagi si penulis tidak hidup di zaman kekaisaran Napoleon. Belum lagi kondisi dan motivasi si penulis. Maka yang cacat sebenarnya apanya?
Film Napoleon menjadi ada cacat sejarah, ketika kita membayangkan seorang pribadi besar dengan kemampuan menaklukan daratan eropa, difilmkan Ridley Scott punya istri resmi janda bernama Josephine yang bisa-bisanya berselingkuh. Kurang apa coba Napoleon? Barangkali waktu itu Napoleon belum bertemu orang Indonesia yang punya peribahasa, "Dalam laut bisa diduga, dalam hati siapa tahu".
Maka film Napoleon menjadi cacat sejarah ketika kita mendaulat seorang pribadi besar harus sempurna termasuk istrinya, kalau perlu bibit sebelum bobotnya. Kita ini memang jahiliyah kalau sudah mendewa-dewakan seseorang. Bahkan sering marah kalau pribadi yang mengagumkan itu ada yang mengkritik, apalagi menghina. Obyektif saja kepada sang pribadi itu haram hukumnya. Kita mati-matian membela seseorang yang mirip malaikat dengan perilaku setan. Padahal sampai mati pun kita tak pernah bisa seperti malaikat, karena malaikat punya sayap dan lingkaran mengangkang di atas kepalanya.
Film Napoleon Kasmaran
Walau meriam tua dipajang dengan atraktif di film ini dan wajah Joaquin Phoenix sebagai Napolen diseting sekusam masa revolusi prancis yang dor dar terus dengan kudeta begitu terasa kental. Film yang diproduksi Apple Original Films dan Columbia PIctures ini memang sedang menceritakan kisah cinta seorang jenderal besar ahli taktik perang.
Tapi tentunya tak sedang mengajari para penulis puisi cinta bagaimana bagusnya menulis bait-bait rindu dalam selembar surat kepada seorang kekasih. Karena Ridley Scott juga pasti tahu, catatan permintaan maaf yang ditulis Napoleon kepada kekasihnya Josephine setelah bertengkar, termasuk salah satu koleksi surat bersejarah terbesar di dunia yang terjual 7,7 juta dolar.
Begitupun seabreg surat yang penuh gelora cinta yang ditulis Napoleon ketika Joséphine de Beauharnais sudah menjadi istrinya, tak membuat film Napoleon tertarik untuk membahasnya. Masa film yang dilansir The Hollywood Reporter memakan biaya produksi sebanyak $200 juta ini harus jadi opera sabun?
200 juta dolar itu 3 triliun lebih, brow. Hampir sama dengan dana hibah pariwisata yang disalurkan pemerintah Indonesia sebesar Rp3,3 triliun kepada 101 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi sebagai penanganan dampak ekonomi dan sosial akibat COVID-19 di tahun 2020.
Maka Film Napoleon seperti mencoba keluar dari lubang jarum ketika memperlihatkan sisi lain dari sang jenderal yang telah kadung diceritakan kejam dan tak mentolerir ketidakdisipilinan. Gaya Ridley Scott menggarap Film Napoleon tidak jauh dengan filmnya yang lain seperti Gladiator.
Ridley Scott Sedang Bicara Tentang Manusia
Film-film sutradara Britania Raya ini selalu memperlihatkan sisi lain dari seorang manusia hebat. Paling tidak terlihat dari dua filmnya, Film Napoleon dan film Gladiator. Film Napoleon menjadi cerdas karena tidak terjebak dengan pemikiran kebanyakan. Bahkan mencoba memperlihatkan Napoleon apa adanya sebagai manusia, tidak seperti yang diagung-agungkan di buku-buku.
Manusia yang punya dua sisi yang berbeda dan sama kuat. Jadi ketika sisi buruknya yang jenius dalam seni perang yang ganas, maka film Napoleon sedang mengeksplorasi sisi lainnya yang tak kalah hebatnya. Sisi lain dari seni menaklukan wanita yang membuatnya tak mampu menaklukan dirinya sendiri. Persoalan cinta menjadi cengeng mengharap keturunan untuk keberlangsungan kekuasaan. Kekuasaan yang kerap merendahkan martabat manusia.
Ridley Scott punya cara sendiri memandu kisah mencari kesejatian itu. Tidak perlu bogalakon menjadi sadar, tapi film Napoleon membagi kesadaran itu dengan rekam jejak sang bogalakon. Karena film bukanlah pengadilan tapi sebuah hiburan yang memberi pencerahan.
Comments
Post a Comment